Senin, 07 Januari 2019


ADAB-ADAB YANG BERKAITAN DENGAN SUAMI ISTERI



1. Masing-masing dari suami dan isteri hendaknya mempercantik diri
(berhias) hanya untuk pasangannya.

2. Hendaknya suami melakukan sunnah-sunnah fithrah, yaitu; khitan,
membersihkan bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan
mencabut bulu ketiak.[1]

Hal ini berlaku juga untuk seorang isteri, dan tidak membiarkannya lebih
dari 40 hari.[2]

Hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari menyerupai wanita-wanita
kafir dalam hal memanjangkan kuku dan mengecatnya.

3. Hendaknya seorang isteri menjauhkan diri dari melakukan tato,
mencukur/mencabut alis seluruhnya atau sebagiannya atau dengan cara yang
semisalnya. Begitu juga tidak boleh merenggangkan gigi, yaitu memisahkan
gigi satu dengan yang lainnya sehingga jaraknya berjauhan satu dengan
yang lainnya. Semua hal tersebut haram dan pelakunya dilaknat oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits berikut:

“لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِماَتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَقَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ
الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ.”

“Allah melaknat wanita pembuat tato dan wanita yang meminta ditato,
wanita yang mencabut alis atau wanita yang meminta dicabut alisnya dan
wanita yang merenggangkan giginya untuk mempercantik dirinya dengan
merubah ciptaan Allah.”[3]

4. Hendaknya pasangan suami isteri melakukan shalat berjama’ah dua
raka’at bersama-sama (sebelum melakukan jima’/persetubuhan). Sebagaimana
keterangan atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa beliau
memerintahkan Abu Huraiz, apabila isterinya mendatanginya agar shalat di
belakangnya sebelum menggaulinya. [Riwayat Abu Bakar Abi Syaibah dan
ath-Thabrani. Lihat Adaa-buz Zifaf hal. 95 oleh Syaikh al-Albani]

Hal tersebut merupakan peringatan bagi pasangan suami isteri, apabila
hendak meraih kebahagiaan di dunia dan Akhirat maka selayaknya harus
mendasari semua perilakunya dengan nilai taqwa.

5. Hendaknya sang suami, meletakkan tangannya di atas kepala isterinya
(ubun-ubunnya) kemudian menyebut Nama Allah, lalu mendo’akan dengan
keberkahan dan mengucapkan do’a:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ.”

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan perempuan ini, juga
kebaikan tabiat-nya (wataknya) dan aku mohon perlindungan kepada-Mu dari
kejelekan tabiatnya.”[4]

6. Hendaknya sang suami tidak lupa untuk mengucapkan do’a sebelum
menggauli isterinya dengan membaca:

بِسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.

“Dengan menyebut Nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan
jauhkanlah syaitan agar tidak mengganggu apa yang Engkau rizkikan kepada
kami.”[5]

Sedangkan lanjutan lafazh hadits tersebut adalah:

…فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا لَمْ يَضُّرَهُ.

“…Apabila ditakdirkan mendapatkan anak, maka syaitan tidak dapat
mengganggu selama-lamanya.”

7.Diperbolehkan bagi pasangan suami isteri untuk saling melihat seluruh
aurat pasangannya.

Sebagaimana hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ وَاحِدٌ
(تَخْتَلِفُ أَيْدِيْنَا فِيْهِ) فَيُبَادِرُنِيْ حَتَّى أَقُوْلَ: دَعْ لِيْ، دَعْ لِيْ، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ.

“Aku pernah mandi berdua dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dari satu wadah yang terletak antara aku dan beliau. Tangan kami
berebutan menciduki air yang ada di dalamnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menang dalam perebutan itu, lalu aku katakan, ‘Sisakan
untukku, sisakan untukku.’ Padahal pada saat itu kami sedang dalam
keadaan junub.”

8. Lebih disukai bagi orang yang junub untuk berwudhu’ ketika hendak
tidur, lebih utama lagi kalau mandi.

Hal tersebut berdasarkan hadits ‘Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku
bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bila dalam keadaan junub? Apakah beliau mandi sebelum
tidur atau tidur sebelum mandi?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Semua pernah
dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkadang beliau mandi
sebelum tidur dan terkadang berwudhu’ saja lalu tidur.’ Aku berkata.
‘Segala puji bagi Allah Yang telah memberi keleluasaan dalam masalah
ini.” [HR. Ahmad VI/73, 149. Lihat Adabuz Zifaaf hal. 118-119]

9. Tidak boleh berlebih-lebihan secara gegabah dengan banyak melakukan
hubungan badan, karena di dalamnya banyak terkandung kerusakan dan
mempersempit kebaikan di dunia maupun di akhirat.

=================================


  Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari (Suami dan Istri)




Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis
besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku
“Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman
Ahmad.



Hak Bersama Suami Istri
 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah.
(Ar-Rum: 21)
 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing
pasangannya. (An-Nisa’: 19  Al-Hujuraat: 10)
 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .
 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam
menjalankan agama. (At-aubah: 24)
 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan
Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
 Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah.
(AI-Furqan: 74)
 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar,
Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan
baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
 Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan
berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c)
Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’
adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.
Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada
keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu
Ya’la)
 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh
kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya
pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah
ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
(AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami
wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
(AIGhazali)
 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih
dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)



Adab Isteri Kepada Suami

 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum
laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih
tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
a. Menyerahkan dirinya,
b. Mentaati suami,
c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun
sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk
menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan
melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt.
mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya
daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang
meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah,
TIrmidzi)
 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi 
saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan
perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan
suami(Thabrani)
 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di
belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2)
Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan
Al-Bashri)
 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama
empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan
menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Isteri Sholehah
 Apabila’ seorang istri, menjaga shalat lima waktu, berpuasa pada bulan
Ramddhan, memelihara kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya Allah
swt. akan memasukkannya ke dalam surga. (Ibnu Hibban)
 Istri sholehah itu lebih sering berada di dalam rumahnya, dan sangat
jarang ke luar rumah. (Al-Ahzab : 33)
 Istri sebaiknya melaksanakan shalat lima waktu di dalam rumahnya.
Sehingga terjaga dari fitnah. Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih
utama daripada shalat di masjid, dan shalatnya wanita di kamarnya lebih
utama daripada shalat di dalam rumahnya. (lbnu Hibban)
 Hendaknya menjadikan istri-istri Rasulullah saw. sebagai tauladan utama.

=================================


  13 Adab suami terhadap istri



1. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik
akhlaknya dan paling ramah terhadap isterinya/keluarganya. Justeru
hendaklah suami menggauli isteri dengan akhlak yang mulia lagi terpuji


Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang paling
baik antara kamu semua adalah orang yang paling baik terhadap isterinya
dan aku adalah orang yang terbaik antara kamu semua (dalam membuat
kebaikan) terhadap isteriku." (Hadis Riwayat at-Tirmizi)

Rasulullah SAW bersabda lagi yang bermaksud: “Orang yang paling sempurna
imannya adalah yang terbaik akhlaknya antara mereka dan yang paling baik
adalah yang paling baik akhlaknya terhadap isteri-isterinya."
(Hadis Riwayat at-Tirmizi)



2. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk isteri dan
anaknya. Justeru hendaklah suami bersifat pemurah dalam hal perbelanjaan
untuk isteri serta anak-anak


3. Suami dilarang berlaku kasar terhadap isterinya. Justeru antara adab
suami hendaklah berlemah lembut dengan isteri dalam pergaulan harian


4. Suami hendaklah bersabar dalam menghadapi sikap buruk serta karenah
isterinya


5. Suami hendaklah menggauli isterinya dengan cara yang baik. Dengan
penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zalim.


6. Suami hendaklah memberi makan isterinya apa yang ia makan, memberinya
pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya dan tidak berpisah
ranjang ketika tidur


7. Suami hendaklah menyediakan pembantu rumah andainya tidak mempunyai
ruang dan masa untuk sama2 menguruskan kerja-kerja rumahtangga terutama
bagi yang beranak ramai


8. Suami hendaklah selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
isterinya dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya


9. Suami hendaklah mengajarkan isterinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
wanita (hukum-hukum haid, istihadhah dan yang berkaitan)


10. Suami hendaklah berlaku adil dan bijaksana terhadap isteri.


11. Suami tidak boleh membuka aib isteri kepada sesiapa pun dan dilarang
bercerita tentang hal-hal bilik tidur


12. Apabila isteri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka
suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara
paksa.


13.Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih
dahulu kepada isterinya.

coba resepi ini, insya Allah berhasil.demikianlah diantara adab-adab
suami terhadap istri tentu lebih banyak lagi yang lainnya yang tidak
saya sebutkan

=================================


    10 Nasehat Rasulullah Agar Pernikahan Dipenuhi Keberkahan dan Kebahagiaan



Kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat dimulai oleh kebahagiaan dan
kesejahteraan setiap rumah tangga. Kebahagiaan rumah tangga dimulai dari
kebahagiaan setiap individunya yaitu: suami, isteri dan anak-anaknya.

 

Ada 10 point terpenting yang mesti kita pahami agar pernikahan dan rumah
tangga kita dipenuhi keberkahan dan kebahagiaan lahir dan batin, yaitu:

 

1. Memahami dan Mengerti Tujuan dan Hakikat Pernikahan

 

Tujuan pernikahan di antaranya:

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi 

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur

3. Untuk Menundukkan Pandangan.

4. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

5. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

6. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

 

2. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak, dan Tugas Seorang
Suami

 

   Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam
    menjalankan agama. (At-aubah: 24)
   Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam
    menjalankan agama. (At-aubah: 24)
   Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah
    clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
   Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang
    sholehah. (AI-Furqan: 74)
   Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar,
    Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan
    baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
   Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan
    berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar,
    (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) …
    ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan
    kepada Allah.
   Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik
    akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
   Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan
    anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
   Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
   Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.
    Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka,
    ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
   Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu
    Ya’la)
   Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh
    kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
   Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya
    pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak
    berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
   Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada
    istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan
    Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
   Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
    wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
   Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
   Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
   Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka
    suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun
    secara paksa. (AIGhazali)
   Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat
    terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

 

3. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak dan Tugas Seorang
Isteri

 

   Mengutamakan Berada di Rumah. Kenapa saya tulis “mengutamakan”,
    karena pada masa emansipasi wanita ini banyak wanita karir dan
    menjadi pensuport perekonomian rumahtangga, namun bila sang suami
    sudah mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga, khususnya dibidang
    ekonomi, dan sudah disepsksti kalau si wanita tidak bekerja, maka
    hendaknya sang istri punya rasa betah untuk berada di rumah karena
    firman Allah yang berbunyi:“/Dan hendaknya kamu tetap tinggal di
    rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang
    jahiliyyah yang dahulu” (QS Al Ahza: 33) 
   Mengutamakan Tugas Rumah. Walau punya jabatan apapun si wanita di
    tempat kerjanya, sekertaris atau direktur sekalipun, tugas utama ibu
    rumahtangga tidak boleh dinomorduakan, karena jabatan ibu
    rumahtangga lebih tinggi derajatnya daripada jabatan seorang ibu
    direktur.
   Tidak Berkunjung Kecuali Penting. Di sini Islam menjaga dan
    menjauhkan kita dari kebiasaan bergunjing dengan tetangga, kecuali
    untuk tujuan yang penting sebaiknya hindari terlalu sering
    berkunjung ke tetangga.
   Menyenangkan Saat Dilihat Suami. Wanita yang benar dalam islam
    adalah wanita yang berusaha bisa menyenangkan suami, saat dilihat
    menciptakan rasa damai dan sejuk bagi suami, menjalankan segala
    perintah suami, bermuka ceria, bersolek dan berdandan buat suami,
    sikap seorang wanita salah satu penentu keharmonisan rumahtangga.
   Memelihara Kehormatan Diri Ketika Suami Tidak Ada. Wanita yang
    benar adalah yang menjaga martabat rumahtangganya bila sang suami
    tidak ada di rumah untuk menunaikan tugas kerja atau untuk tujuan
    yang lain, baik untuk kepergian dalam waktu dekat maupun dalam waktu
    lama, bagaimana cara menjaga kehormatan diri? yaitu dengan tidak
    mengijinkan masuk laki-laki lain ke dalam rumah bila sang suami
    tidak ada di tempat, karena dengan adanya laki-laki lain tanpa
    kehadiran suami akan menimbulkan bahaya dan juga gunjingan bahkan
    bisa juga fitnah dari masyarakat sehingga hal itu akan menggangu
    keharmonisan rumah tangga.
   Tidak Menghindari Suami. Istri yang baik adalah istri yang selalu
    dekat dengan suami, tidak ada niatan menghindari suami meskipun
    suasana hati lagi /bad mood/ ataupun lagi ada masalah rumahtangga,
    karena dosa akan menanti si wanita bila menghidar dari suami.
   Menjaga Kehormatan Suami. Wajib bagi seorang istri untuk menjaga
    kehormatan suami, menjaga harta dan rumahtangganya.
   Bermuka Ceria. Walau ada permasalahan rumahtangga sebisa mungkin
    tetap ceria, tetap bermuka manis, dengan begitu permasalahan tidak
    membesar, bisa diredam dan diharapkan secepatnya bisa harmonis lagi.
   Tidak Mencolok & Menghindari Keramaian Bila Keluar
    Rumah. Tidak mencolok di sini bermaksud untuk tidak terlalu berias,
    tidak menarik perhatian sesama pengguna jalan dengan tujuan untuk
    menhindari dosa mata dari laki-laki lain yang melihat dan
    menghindari kejahatan yang tercipta dari penampilan berlebihan
    seorang wanita.
   Tidak Mengeraskan Suara. Bagi wanita suara adalah mahkota, orang
    akan melihat positip dan negatif seorang wanita dari keras atau
    lembut wanita itu mengeluarkan suaranya.
   Perhatian Terhadap Rumahtangga. Seorang istri punya tanggungjawab
    untuk memperhatikan suasana dirumahtangganya, baik jasmani maupun
    ronahi para anggota keluarga, contoh: apakan anak-anaknya sudah
    sarapan, apakan suaminya sudah sholat, dll.
   Ikhlas dengan Pemberian Suami. Banyak atau sedikit, lebih atau
    kurang bisa menerima dengan qana’an pemberian itu sebagai rizki dari
    Allah yang diberikan pada dia dan keluarga.
   Mendahulukan Hak Suami. Wanita yang sudah berkeluarga harus siap
    jadi makmum sang suami, disitu juga dia siap mendahulukan
    kepentingan suami di atas kepentungannya.
   Selalu Bersih di Depan Suami. Seorang istri dituntut rapi, bersih,
    wangi,dan berias untuk suaminya, bukan untuk orang lain.
   Menyayangi, Menjaga & Tidak Menghina Anak Suaminya. Bila
    suaminya punya anak dari rumahtangganya yang terdahulu dan dibawa
    masuk kedalam lingkup rumahtangganya yang baru, si istri juga harus
    ikut merawat anak-anak tersebut seperti dia memperlakukan anak
    sendiri dan tidak ada caci maki atau hinaan pada anak tersebut.
   Menundukkan Pandangan dari Barang Haram. Ini dilakukan dengan
    maksud untuk melindungi istri dari barang maksiat yang dilarang oleh
    syariat agama.
   Membiasakan Diri Bermuraqabah. Ini dilakukan dengan maksud untuk
    menjaga diri istri, menghapus kelalaian dengan dzikir akan
    mendekatkan diri pada Allah sang pencipta.
   Perbanyak Puasa. Dengan banyak puasa ankan sangat bermanfaat bagi
    istri, anak dan keluarganya, kebiasaan berriyadhan atau berlaku
    hidup prihatin seperti ini akan bermanfaat untuk masa depan anak
    dengan harapan menjadi anak soleh/solihan, taat orang tua dan
    berguna bagi negara serta agamanya.
   Mendorong Suami Mencari Rizki Halal. Dengan rizki yang halal maka
    akan tumbuh anak & keluarga yang dekat dengan agama, anak yang soleh
    & Solihah, dan sebaliknya, dengan rizki yang haram akan menjauhkan
    anak & keluarganya dari agama.
   Tidak Banyak Menuntut Suami dalam Nafkah. Nafkah lahir yang
    sewajarnya, dalam batas kemampuan suami, karena dengan menuntut yang
    diluar kewajaran akan membuat suami dalam tekanan, bahkan bisa juga
    akan berusaha mencari nafkah dengan segala cara untuk memenuhi
    tuntutan istri tersebut, seperti: korupsi, mencuri, dan hal ilegal
    lainnya, kalau seperti ituakhirnya sama saja memasukkan keluarganya
    dalam lingkaran kemungkaran.
   Punya Rasa Malu. Punya rasa malu untuk melakukan hal-hal yang
    dilarang oleh agama.
   Sopan Pada Teman Suami. Menghormati tamu dan teman suami, menjaga
    martabat dan kehormatan sebagai seorang istri di mata mereka.
   Memperdalam Ilmu Agama. Memperbanyak ilmu agama adalah tuntutan
    sebagai wakil suami dalam memimpin rumahtangga, dengan bekal agama
    insya Allah arah berkeluarga tetap dijalur yang tepat.

 

4. Meluruskan Niat/Motivasi Saat Menikah(Ishlahun Niyat)

 

Siapa yang ingin menikah maka luruskan niat kita dulu. Niat menikah
tentunya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena menikah adalah ibadah.
Karena menikah juga merupakan perintah-Nya. Sebagaimana Allah berfirman
di dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 32. /“Dan nikahkanlah orang-orang
yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kaurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”/
(QS. An-Nur : 32).

 

Nikah juga merupakan perintah dan sunnah Nabi, jadi dalam proses nikah
hingga pasca pernikahan nanti kita wajib mencontoh Nabi. Contohnya
ketika diawal memilih pasangan hidup menurut Nabi hendaknya yang dipilih
adalah agamanya, kemudian pada saat walimatul ursy sebaiknya tidak
berlebihan karena kita tahu Nabi mengajarkan kita untuk selalu bersikap
hidup sederhana (tidak boros) dan dalam berumah tangga hendaknya kita
membiasakan diri dengan adab dan akhlak seperti yang dicontohkan Nabi
Muhammad SAW. Perhatikan adab dan akhlak seorang isteri ke suami, adab
dan akhlak suami kepada istri, adab dan akhlak anak-anak kepada kedua
orang tua dan mertua, dan adab dan akhlak orang tua dalam mendidik
anak-anaknya.

 

5. Sikap Saling Terbuka dan Jujur (Mushorohah)

 

Sikap saling terbuka disini adalah ketika sudah menjadi suami dan istri
maka hal–hal yang sebelumnya haram menjadi halal. Misalnya secara fisik
kita sudah halal untuk bersentuhan. Selain itu juga sikap saling
keterbukaan ini dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara
suami dan istri karena adanya rasa keinginan saling mengenal satu dengan
yang lainnya entah itu sifat kepribadian, kebiasaan, kesenangan,
ketidaksukaan sehingga suami/istri merasa nyaman.

 

6. Sikap Toleran dan Saling Menghormati (Tasamuh)

 

Sudah pasti ketika berumah tangga suami dan istri memiliki kebiasaan,
pemikiran yang berbeda-beda sehingga akan timbul konflik/perdebatan
dalam rumah tangga. Sehingga sikap toleran ini sangat penting bagi
kehidupan suami istri untuk memujudkan keluarga yang tetap harmonis. Dan
dalam hal ini sikap toleran juga menuntut adanya sikap saling memaafkan,
yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al Afwu yaitu memaafkan
orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu memaafkan orang lain
walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfiroh yaitu memintakan ampun
pada Allah untuk oran lain.

 

7. Komunikasi Yang Baik, Berakhlak, Santun dan Saling Menghargai

 

Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi akan meningkatkan
sikap saling cinta antar pasangan. Komunikasi juga untuk menghindari
terjadinya kesalahpahaman. Karena beberapa keluarga yang tetap harmonis
kuncinya adalah komunikasi yang tetap terjaga dan tidak pernah putus.
Apalagi bagi suami dan istri yang memiliki kesibukan masing-masing,
sehingga dengan komunikasi ini memberikan rasa perhatian, saling
mendengar, dan memberikan respon. Zaman sekarang komunikasi sudah cukup
canggih bisa via telephone, email, whats app, skype, dan sebagainya.

 

Point komunikasi ini bisa mengingatkan kita kepada kisah keluaraga
Ibrahim As. Dalam surah As-Shaaffat ayat 102. /“Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai
Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau
akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”./ (QS. As-Shaaffat: 102).

 

Ibroh yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah komunikasi timbal
balik antara orang tua dengan anak. Nabi Ibrahim mengutarakan
pendapatnya dengan bahasa dialog bukan menetapkan keputusannya sendiri,
sehingga adanya keyakinan yang kuat kepada Allah, adanya tunduk dan
patuh atas perintah Allah dan adanya tawakal kepada Allah SWT, sehingga
Allah menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.

 

8. Sabar dan syukur

Yah, sabar dan syukur dalam berumah tangga memang sangat dianjurkan.
Pasalnya setiap ujian dalam berumah tangga harus disikapi dengan rasa
sabar seperti pada pasangan suami/istri terdapat kekurangan/kelemahan
sehingga perlu disikapinya dengan sabar. Kemudian disikapi rasa syukur
atas rezeki yang Allah berikan kepada suami dan tidak banyak menuntut
khusus untuk istri karena kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita,
disebabkan istri yang kurang bersyukur terhadap pemberian suaminya. Dan
apabila kita bersyukur maka Allah akan melebihkan nikmatNya lagi untuk
kita. Bisa dilihat dalam firman Allah surah Ibrahim ayat 7: “Dan
(ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih”
(QS.Ibrahim : 7).

 

9. Sikap yang santun dan bijak

Sikap santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam berinteraksi
kehidupan berumah tangga ini perlu dilakukan karena akan menciptakan
suasana yang nyaman dan indah. Sehingga suasana ini membuat penghuni
rumah betah tinggal di rumah. Sebagaimana ungkapan bahwa “Rumahku adalah
Syurgaku” bukan berarti fasilitas yang lengkap dan rumah tinggal yang
luas akan tetapi ada suasana interaktif antar keluarga; suami istri dan
anak-anak yang penuh kesantunan dan bijaksana. Sehingga menimbulkan
suasana yang penuh keakraban, kedamaian, dan cinta kasih antar keluarga.

Oya sikap santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang
mapan. Ketika kondisi ruhiyah seorang itu labil maka ada kecenderungan
bersikap emosional dan marah, karena syetan akan mudah mempengaruhinya.
Oleh karena itu Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita agar jangan
mudah marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah maka bersegeralah menahan
diri dengan beristighfar dan mohon perlindungan kepada Allah dengan
(taawudz billah), bila masih merasa marah maka hendaknya berwudhu dan
mendirikan sholat. Karena sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat
tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang
dimarahi. Oleh sebab itu dalam berumah tangga harus ada saling memaafkan
bila terjadi kemarahan dan Allah menyukai orang yang suka memaafkan.

 

10. Kuatnya hubungan dengan Allah

Sudah pasti kalau kita menginginkan rumah tangga yang tetap harmonis,
hubungan kita dengan Allah harus diperkuat, karena dengan begitu akan
menghasilkan keteguhan hati (kemampanan ruhiyah), sebagaimana dalam
firman Allah disurah Ar-Rad’u ayat 28 “ (yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad’u : 28)

Rasulullah SAW juga selalu memanjatkan doa agar mendapatkkan keteguhan
hati : Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala
thooatika” (Wahai yang membolak-bailikan hati, teguhkanlah hatiku untuk
tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’atiMu).

Kedekatan kita dengan Allah bisa dimulai dengan membiasakan dalam
keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap seperti
tilawah, shaum, tahajud, Duha, doa, infaq, doa, matsurat, dan
sebagainnya. Karena tanpa adanya kedekatan dengan Allah mustahil
seseorang dapat mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.

 

Akhirnya, Semoga ringkasan saya ini memberikan banyak manfaat terutama
bagi yang akan menikah atau yang sudah menikah juga.

=================================


  Adab & Pantangan BERHUBUNGAN SUAMI ISTRI (Lengkap)

 

Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk masalah Berhubungan
Suami isteri. Berikut kami sajikan adab dan Pantangan dalam berhubungan
Suami Istri, semoga bermanfaat.

1. ADAB

   Mencium Ubun - Ubun Isteri

Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun isterinya
seraya mendo’akan baginya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang
budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah “basmalah” serta
do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon
kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari
kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.”

   Shalat Dua Rakaat

Mengenai adab ini Abu Sa’id maula bercerita “Aku menikah ketika aku
masih seorang budak. Ketika itu aku mengundang beberapa orang Shahabat
Nabi, di antaranya ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah
radhiyallaahu ‘anhum. Lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr bergegas
untuk mengimami shalat. Tetapi mereka berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang
berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata: ‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab
mereka. Aku pun maju mengimami mereka shalat. Ketika itu aku masih
seorang budak. Selanjutnya mereka mengajariku, ‘Jika isterimu nanti
datang menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at. Lalu
mintalah kepada Allah kebaikan isterimu itu dan mintalah perlindungan
kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya terserah kamu berdua”

   Membaca Basmalah

Karena disebutkan dalam satu hadits bahwa orang yang menyetubuhi
isterinya tanpa membaca Bismillah berarti ia bersetubuh bersama setan,
dan setan juga akan meninggalkan benihnya dalam rahim sang isteri.

   Berdo'a

Berikut do’a sebelum bersetubuh: 
اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

"Dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarkanlah kami dari syetan dan jagalah
apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan."

   Berhias

Dulu ada seorang perempuan di negeri Syam yang bernama Rabi’ah. Ia
selalu berpakaian indah di malam hari dan menyapa suaminya seraya
bertanya “apakah engkau berhajat kepadaku malam ini?”, jika suaminya
menjawab “ia” maka ia akan segera melayaninya. Begitulah diceritakan
dalam kitab Uqudul Lujain. Rasulullah Saw. bersabda; "Empat macam
diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah" (HR. Tirmidzi).

   Melakukan di Tempat Tertutup

Dalam hal ini Rasulullah Saw., bersabda “Apabila kalian mendatangi
istrinya (berjima’), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah
telanjang seperti dua ekor himar (Keledai). (HR Ibnu Majah).

   Bercumbu rayu

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya :
"Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti
binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni
ciuman dan cumbu rayu." (HR. At-Tirmidzi).

2. PANTANGAN

   Melihat Kemaluan

Dimakruhkan bagi suami melihat kemaluan isterinya, bahkan ada pendapat
hal ini diharamkan. Dalam satu hadits Rasulullah Saw, berkata: “Apabila
seseorang diantara kami berjima’ dengan isteri atau budaknya, janganlah
melihat kemalauannya, hal itu dapat menyebabkan buta”. Hadits ini dhaif
menurut kebanyakan Ulama sebagaimana tersebut dalam kitab Tuhfatul
Muhtaj. Dalam hadits lain yang juga dhaif Sayyidah Aisyah Ra. Mengatakan
bahwa ketika bersetubuh beliau tidak melihat kemaluan Nabi Saw. dan Nabi
Saw. pun tidak melihat kemaluan Aisyah Ra.

   Menyetubuhi Lewat Dubur

Jika kita teliti banyak efek buruk yang timbul apabila seseorang
menyetubuhi isterinya lewat dubur. Dalam Islam hal ini sangat terlarang.
Rasulullah Saw. bersabda “Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari
arah belakang, tetapi hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur
dan ketika sedang haidh”.

   Bersetubuh Saat Haidh

Ini juga diharamkan berdasarkan hadits diatas

   Bersetubuh di Bulan Puasa

Dalam setiap kitab Fiqh disebutkan bahwa bersetubuh dibulan puasa dapat
membatalkan puasa dan diwajibkan membayar kafarah.

Wallahu A'lam 

=================================


  Malam Pertama Dan Adab Bersenggama



TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM



4. Malam Pertama Dan Adab Bersenggama
Saat pertama kali pengantin pria menemui isterinya setelah aqad nikah,
dianjurkan melakukan beberapa hal, sebagai berikut:

Pertama: Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun
isterinya seraya mendo’akan baginya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ بِنَاصِيَتِهَا (وَلْيُسَمِّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ)
وَلْيَدْعُ لَهُ بِالْبَرَكَةِ، وَلْيَقُلْ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ،
وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ.

“Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang
budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah ‘basmalah’ serta
do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon
kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari
kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.’” [1]

Kedua: Hendaknya ia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at bersama isterinya.

Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata: “Hal itu telah ada sandarannya
dari ulama Salaf (Shahabat dan Tabi’in).

1. Hadits dari Abu Sa’id maula (budak yang telah dimerdekakan) Abu Usaid.
Ia berkata: “Aku menikah ketika aku masih seorang budak. Ketika itu aku
mengundang beberapa orang Shahabat Nabi, di antaranya ‘Abdullah bin
Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhum. Lalu tibalah waktu
shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat. Tetapi mereka
berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata:
‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab mereka. Aku pun maju mengimami
mereka shalat. Ketika itu aku masih seorang budak. Selanjutnya mereka
mengajariku, ‘Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian
berdua shalat dua raka’at. Lalu mintalah kepada Allah kebaikan isterimu
itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya
terserah kamu berdua…!’”[2]

2. Hadits dari Abu Waail.
Ia berkata, “Seseorang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu
‘anhu, lalu ia berkata, ‘Aku menikah dengan seorang gadis, aku khawatir
dia membenciku.’ ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Sesungguhnya cinta
berasal dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaitan, untuk
membenci apa-apa yang dihalalkan Allah. Jika isterimu datang kepadamu,
maka perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu.
Lalu ucapkanlah (berdo’alah):

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَهْلِيْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ، اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي مِنْهُمْ، وَارْزُقْهُمْ مِنِّي،
اَللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ إِلَى خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ

“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan isteriku, serta berkahilah
mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki kepadaku lantaran
mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah,
satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara
kami (berdua) dalam kebaikan.” [3]

Ketiga: Bercumbu rayu dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Misalnya
dengan memberinya segelas air minum atau yang lainnya.

Hal ini berdasarkan hadits Asma’ binti Yazid binti as-Sakan
radhiyallaahu ‘anha, ia berkata: “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu saya datangi dan saya
panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah. Beliau pun
datang lalu duduk di samping ‘Aisyah. Ketika itu Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam disodori segelas susu. Setelah beliau minum, gelas itu
beliau sodorkan kepada ‘Aisyah. Tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan
malu-malu.” ‘Asma binti Yazid berkata: “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata
kepadanya, ‘Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam!’ Akhirnya ‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminum
isinya sedikit.” [4]

Keempat: Berdo’a sebelum jima’ (bersenggama), yaitu ketika seorang suami
hendak menggauli isterinya, hendaklah ia membaca do’a:

بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.

“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan
jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka, apabila Allah
menetapkan lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya
syaitan tidak akan membahayakannya selama-lamanya.” [5]

Kelima: Suami boleh menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang
disukainya asalkan pada kemaluannya.

Allah Ta’ala berfirman:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا
أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

“Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangi-lah ladangmu itu
kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik)
untuk dirimu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak)
akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang
beriman.” [Al-Baqarah : 223]

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Pernah suatu ketika ‘Umar
bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhu datang kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah,
celaka saya.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu celaka?’ ‘Umar
menjawab, ‘Saya membalikkan pelana saya tadi malam.’ [6] Dan beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan komentar apa pun, hingga
turunlah ayat kepada beliau:

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ

“Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu
kapan saja dengan cara yang kamu sukai…” [Al-Baqarah : 223]

Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَقْبِلْ وَأَدْبِرْ، وَاتَّقِ الدُّبُرَ وَالْحَيْضَةَ.

“Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi
hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika sedang
haidh”. [7]

Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مُقْبِلَةٌ مُدْبِرَةٌ إِذَا كَانَتْ فِي الْفَرْجِ

“Silahkan menggaulinya dari arah depan atau dari belakang asalkan pada
kemaluannya”.[8]

Seorang Suami Dianjurkan Mencampuri Isterinya Kapan Waktu Saja

• Apabila suami telah melepaskan hajat biologisnya, janganlah ia
tergesa-gesa bangkit hingga isterinya melepaskan hajatnya juga. Sebab
dengan cara seperti itu terbukti dapat melanggengkan keharmonisan dan
kasih sayang antara keduanya. Apabila suami mampu dan ingin mengulangi
jima’ sekali lagi, maka hendaknya ia berwudhu’ terlebih dahulu.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin
mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.” [9]

• Yang afdhal (lebih utama) adalah mandi terlebih dahulu. Hal ini
berdasarkan hadits dari Abu Rafi’ radhi-yallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menggilir isteri-isterinya dalam
satu malam. Beliau mandi di rumah fulanah dan rumah fulanah. Abu Rafi’
berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak dengan sekali mandi saja?”
Beliau menjawab.

هَذَا أَزْكَى وَأَطْيَبُ وَأَطْهَرُ

“Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci.” [10]

• Seorang suami dibolehkan jima’ (mencampuri) isterinya kapan waktu saja
yang ia kehendaki; pagi, siang, atau malam. Bahkan, apabila seorang
suami melihat wanita yang mengagumkannya, hendaknya ia mendatangi
isterinya. Hal ini berdasarkan riwayat bahwasanya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat wanita yang mengagumkan beliau.
Kemudian beliau mendatangi isterinya -yaitu Zainab radhiyallaahu ‘anha-
yang sedang membuat adonan roti. Lalu beliau melakukan hajatnya
(berjima’ dengan isterinya). Kemu-dian beliau bersabda,

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً
فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِيْ نَفْسِهِ

“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa syaitan dan membelakangi
dalam rupa syaitan. [11] Maka, apabila seseorang dari kalian melihat
seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi isterinya.
Karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.” [12]

Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata : “ Dianjurkan bagi siapa yang
melihat wanita hingga syahwatnya tergerak agar segera mendatangi
isterinya – atau budak perempuan yang dimilikinya -kemudian menggaulinya
untuk meredakan syahwatnya juga agar jiwanya menjadi tenang.” [13]

Akan tetapi, ketahuilah saudara yang budiman, bahwasanya menahan
pandangan itu wajib hukumnya, karena hadits tersebut berkenaan dan
berlaku untuk pandangan secara tiba-tiba.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”
.[An-Nuur : 30]

Dari Abu Buraidah, dari ayahnya radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda kepada ‘Ali.

يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ

“Wahai ‘Ali, janganlah engkau mengikuti satu pandangan pandangan lainnya
karena yang pertama untukmu dan yang kedua bukan untukmu”. [14]

• Haram menyetubuhi isteri pada duburnya dan haram menyetubuhi isteri
ketika ia sedang haidh/ nifas.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ
يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh. Katakanlah,
‘Itu adalah sesuatu yang kotor.’ Karena itu jauhilah [15] isteri pada
waktu haidh; dan janganlah kamu dekati sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang
bertaubat dan mensucikan diri.” [Al-Baqarah : 222]

Juga sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا: فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa yang menggauli isterinya yang sedang haidh, atau
menggaulinya pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir
terhadap ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallaahu
‘alaihi wa sallam.” [16]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا

“Dilaknat orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya.” [17]

• Kaffarat bagi suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh.
Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, “Barangsiapa yang dikalahkan
oleh hawa nafsunya lalu menyetubuhi isterinya yang sedang haidh sebelum
suci dari haidhnya, maka ia harus bershadaqah dengan setengah pound emas
Inggris, kurang lebihnya atau seperempatnya. Hal ini berdasarkan hadits
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
tentang orang yang menggauli isterinya yang sedang haidh. Lalu Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

يَتَصَدَّقَ بِدِيْنَارٍ أَوْ نِصْفِ دِيْنَارٍ

“Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah dinar.’”[18]

• Apabila seorang suami ingin bercumbu dengan isterinya yang sedang
haidh, ia boleh bercumbu dengannya selain pada kemaluannya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

اِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاح

“Lakukanlah apa saja kecuali nikah (jima’/ bersetubuh).” [19]

• Apabila suami atau isteri ingin makan atau tidur setelah jima’
(bercampur), hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu’ terlebih
dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits dari
‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَشْرَبَ
وَهُوَ جُنُبٌ غَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ

“Apabila beliau hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’
seperti wudhu’ untuk shalat. Dan apabila beliau hendak makan atau minum
dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau
makan dan minum.” [20]

Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ

“Apabila Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur dalam keadaan
junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk
shalat.” [21]

• Sebaiknya tidak bersenggama dalam keadaan sangat lapar atau dalam
keadaan sangat kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan.

• Suami isteri dibolehkan mandi bersama dalam satu tempat, dan suami
isteri dibolehkan saling melihat aurat masing-masing.

Adapun riwayat dari ‘Aisyah yang mengatakan bahwa ‘Aisyah tidak pernah
melihat aurat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah riwayat
yang bathil, karena di dalam sanadnya ada seorang pendusta. [22]

• Haram hukumnya menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri.

Setiap suami maupun isteri dilarang menyebarkan rahasia rumah tangga dan
rahasia ranjang mereka. Hal ini dilarang oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Bahkan, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami
isteri adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلُ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى
إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا

“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari Kiamat
adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang
bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya.” [23]

Dalam hadits lain yang shahih, disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian lakukan (menceritakan
hubungan suami isteri). Perumpamaannya seperti syaitan laki-laki yang
berjumpa dengan syaitan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya (di
tengah jalan) dilihat oleh orang banyak…” [24]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata, “Apa yang
dilakukan sebagian wanita berupa membeberkan maslah rumah tangga dan
kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan adalah perkara
yang diharamkan. Tidak halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah
tangga atau keadaannya bersama suaminya kepada seseorang.
Allah Ta’ala berfirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

““Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada
Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah
menjaga (mereka).” [An-Nisaa’ : 34]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia yang
paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah
laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama
dengan suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya”. [25]

=================================


  Adab Adab Suami Ketika Istri sedang Mengandung! Sampaikan pada SUAMI
Anda!




Ketika isteri mengandung, suami hendaklah benar-benar bertanggung jawab
terhadap isteri kerana perasaan isteri sangat sensitif pada saat itu.
Ada suami ketika isteri mengandung melibatkan emosi.


Isteri sangat memerlukan perhatian daripada suami yang disayanginya. Ada
beberapa perkara yang perlu suami lakukan terhadap isteri yang sedang
mengandung :

   1. Suami hendaklah menunjukkan rasa kasih sayang terhadap isteri,
    sebagai teman hidup yang paling dekat.

   2. Hendaklah berlaku jujur dan setia terhadap isteri serta hindari
    daripada bersikap kejam terhadap isteri.

   3. Selesaikan dahulu jika ada perselisihan faham yang berlaku dengan
    isteri sebelum tidur.

   4. Jangan mudah mengeluarkan perkataan talak kepada isteri.


    5. Ketika isteri hampir bersalin, suami digalakkan membaca doa
    berikut, “La ila ha illa anta subha naka inni kun tum minadzolimin”
    Maksudnya  : “Tiada Tuhan yang disembah melainkan Engkau Maha Suci.
    Engkau Ya Allah, sesungguhnya aku termasuk di kalangan orang yang zalim”


   6. Suami hedaklah kerap solat sunat atau solat hajat dan mendoakan
    agar isteri dan anak dalam kandungan selamat. Mengandung akan
    memberi tekanan terhadap wanita dari segi fisik, ia harus menampung
    kandungannya, tubuh badannya bekerja lebih kuat. Jantungnya memompa
    darah 40% lebih daripada keadaan biasa. Buah pinggangnya harus
    mengendalikan pembuangan kotoran bayinya.


Wanita mengandung juga mengalami perubahan emosi, maka tugas para
suamilah untuk menjaga hati para isteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar